Rabu, 16 Juli 2014

Masalah Jemaah, Khalifah, dan Baiat

بسم الله الرحمان الرحيم
Majelis Ulama Indonesia telah mendapat pertanyaan-pertanyaan dari Kejaksaan Agung, sebagai berikut:
1.      Jemaah Muslim Hizbullah berpendapat bahwa: “Berbaiat kepada Imam Jemaah Muslim Hizbullah adalahw ajib hukumnya. Bagaimana pendapat Majelis Ulama Indonesia mengenai persoalan tersebut di atas?
2.      Dapatkah Majelis Ulama Indonesia memberikan kepada kami dalil-dalil Alquran maupun Hadis mengenai persoalan Jemaah, Imamah/Khalifah, dan Baiat selain daripada yang dikemukakan oleh Jemaah Muslimin Hizbullah?
3.      Kami memohon pendapat Majelis Ulama Indonesia tentang telah dibentuknya Jemaah Muslimin Hizbullah di bawah pimpinan Syekh Wali Al Fatah tahun 1953 yang kemudian kini masih diteruskan di bawah pimpinan/Imam Haji Muhyiddun Hamdi.
4.      Apa masih ada keterangan lain yang akan diberikan oleh Majelis Ulama Indonesia sehubungan telah “ditetapkannya” Jemaah Muslimin Hizbullah tersebut.
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, setelah mengadakan dua kali sidang terbatas, pada tanggal 12 Juli 1978 dan tanggal 2 Agustus 1978 guna membahas tentang Jemaah, Khalifah, dan Baiat berkesimpulan sebagai berikut:
1.       Jemaah
a.       Jemaah menurut logat ialah: lebih dari dua orang.
b.      Menurut istilah, jemaah berarti: Himpunan paling sedikit dua orang untuk melaksanakan shalat lima waktu. Pada shalat biasa hukumnya sunnah mu’akkad. Dalam shalat Jumat menjadi rukun Jumat. Ada pula yang berpendapat bahwa berjemaah dalam shalat lima waktu hukumnya fardhu kifayah. Shalat berjemaah pahalanya berlipat ganda dari shalat sendirian, berjemaah dianjurkan oleh agama Islam.
c.       Jemaah di dalam kemasyarakatan ialah bekerja bersama-sama untuk menegakkan amar ma’ruf nahi munkar, tolong menolong dalam biang sosial dan menghindari perpecahan.
2.      Khalifah
a.       Khalifah menurut logat berarti: Wakil
b.      Menurut istilah, berarti orang yang dipilih oleh jemaah untuk menjadi pemimpin mereka.
c.       Khalifah menurut sejarah ialah: Kepala Pemerintahan Islam pada zaman sahabat, yaitu dengan baiat sebagai pernyataan setia dari pendududknya dengan jalan pilihan. Sesudah masa sahabat, sebuatan khalifah dipergunakan untuk sebutan kepada Pemerintahan tetapi tidak melalui pilihan (kerajaan).
Sebutan Khalifah menurut sejarah telah berarkhir dengan berakhirnya Khalifah Usmaniyyah dari Turki.
Sebitan Khalifah menurut sejarah ada kalanya dipergunakan kata Imam, setelah berakhir Khalifah Usmaniyyah tersebut sebutan Khalifah dipergunakan oleh kelompok-kelompok tarekat untuk sebutan ketuanya, seperti tarekat Naqsyabandiyyah, Satarijah, Tijaniyah, dan lain-lain.
Demikian pula sebuatn Imam dipergunakan oleh golongan madzhab- madzhab fikin seperti Imam Hanafi, Imama Maliki, Imama Syafi’i, Imam Hambali, dan lain-lain
Juga dalam kegiatan sosial (kemasyarakatan) seperti pemuka- pemuka Islam yang memperbaiki pendidikan Islam seperti Muh. Abduh, Ustadz/ Al Imam menjadi sebutannya.
Bagi Syeikhul Azhar, Mesir memakai sebutan Al Imam Al Akbar. Bagi tiap-tiap masjid menyelenggarakan shalat Jumata juga memakai sebutan Imam Jami’i, sedangkan pada shalat lima waktu disebut Imam Rawatib.
3.      Baiat
a.       Baiat menurut logat ialah jabatan tangan sebagai manifestasi Persetujuan
b.      Menurut istilah, berarti pengakuan setiap dari pengikut kepada pemimpin yang diikutinya. Sebagaimana baiat itu berlaku dalam kemasyarakatan seperti diterangkan di atas, juga dipergunakan di dalam lingkungan tarekat. Begitu pula di beberapa golonga pada zaman Belanda seperti Serikat Islam mempergunakan kata baiat.
4.      Tentang Jemaah Muslimin Hizbullah
a.       Jemaah Muslimin Hizbullah adalah suatu kelompok yang mempunyai paham tersendiri dalam umat Islam, statusnya sebagai Ormas Islam
b.      Di kalangan umat Islam ada keyakinan-keyakinan dan pemahamannya agak menyimpang tentang Alquran dan hadis. Biasanya kalau ajarannya menyimpang hanya mempunyai pengikut terbatas dan tidak berkembang. Diperlukan usaha-usaha dakwah terhadap kekeliruan pemahaman kalau terhadap yang berlainan dengan pemahaman umum, tentang Alquran dan hadis.
Ditetapkan: Jakarta 2 Agustus 1978
Majelis Ulama Indonesia
Komisi Fatwa

Ketua
K.H. M. Syukur Ghozali

Sekretaris

H. Musytari Yusuf, LA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar